Jurnalistik itu fungsinya apa sih?
FUNGSI JURNALISTIK
I.
PENDAHULUAN
Dewasa ini seperti
kita ketahui bersama perkembangan teknologi media massa berjalan dengan pesat.
Dalam masyarakat modern, media massa mempunyai peran yang signifikan sebagai
bagian dari kehidupan manusia sehari-hari. Hampir pada setiap aspek
kegiatan manusia, baik yang dilakukan secara pribadi maupun bersama-sama selalu
mempunyai hubungan dengan aktivitas komunikasi massa. Selain itu, animo
individu atau masyarakat yang tinggi terhadap program komunikasi melalui media
massa seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan internet
menjadikan setiap saat individu atau masyarakat tidak terlepas dari terpaan
atau menerpakan diri terhadap media massa.
Sebagai agen
pembaharu, media massa
atau pers dapat memainkan perannya yang
besar dalam proses perubahan sosial yang berlangsung dalam suatu masyarakat
atau suatu bangsa. Melalui informasi-informasi sebagai hasil kerja jurnalistik
yang disajikan kepada masyarakat pembaca (publik), pers dapat merangsang proses
pengambilan keputusan di dalam masyarakat, serta membantu mempercepat proses
peralihan masyarakat yang semula berpikir tradisional ke alam pikiran dan sikap
masyarakat modern.
Pers melalui
karya-karya jurnalistik yang disajikannya mempunyai fungsi dan peranan yang
besar dalam menciptakan suatu sikap pembaharuan dalam perilaku dan tatanan
sosial serta sikap budaya masyarakat. Khususnya dalam memperbaharui pola pikir
masyarakat yang tradisional ke pola pikir modern.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Apa
Fungsi Jurnalistik?
B.
Bagaimana
Bahasa Jurnalistik?
C.
Bagaimana
Peran Media Massa?
D.
Bagaimana
Profesi Wartawan?
E.
Bagaimana
Peraturan Perundangan-undanagan Tentang Jurnalistik?
III.
PEMBAHASAN
A.
Fungsi
Jurnalistik
Menurut Dja’far H Assegaf (1983), jurnalistik merupakan kegiatan untuk
menyampaikan pesan atau berita kepada khalayak ramai (massa), melalui saluran
media, baik media cetak maupun media elektronik.
Adapun fungsi jurnalistik, antara lain:
1.
Pemberi informasi.
Pemberi informasi atau menyiarkan informasi kepada
pembaca (publik). Informasi yang disajikan melalui karya-karya jurnalistik,
seperti berita (straight news), feature, reportase dan lainnya, memang sesuatu
yang sangat diharapkan publik pembaca, ketika membaca, membeli dan berlangganan
media pers. Informasi yang disampaikan pun beragam jenisnya. Tidak hanya
sebatas informasi yang berkaitan dengan suatu peristiwa, tetapi juga bersifat
ide, gagasan-gagasan, pendapat atau pikiran-pikiran orang lain yang memang
layak untuk disampaikan ke publik pembaca.
2.
Pemberi hiburan.
Menghibur dalam kaitan meredakan atau melemaskan ketegangan-ketegangan
pikiran karena kesibukan aktivitas kehidupan. Jadi, informasi yang disajikan
media pers tidak hanya berita-berita serius atau berita-berita berat (hard
news), tapi juga berita-berita atau karya jurnalistik lainnya yang mampu
membuat pembaca tersenyum, dan melemaskan otot-otot pikirannya. Karya-karya
menghibur itu bias ditemukan dalam bentuk karya fiksi, seperti cerpen, cerita
bersambung, cerita bergambar, karikatur, gambar-gambar kartun, bahkan juga
tulisan-tulisan yang bersifat human interest.
3.
Pemberi kontrol (alat kontrol sosial)
Sebagai media penyampai informasi, media pers tidak
hanya sebatas menyampaikan atau memberikan informasi yang berkaitan dengan
suatu peristiwa, akan tetapi berkewajiban juga menyampaikan gagasan-gagasan
maupun pendapat yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas. Bila ada
suatu kebijakan, baik dari pemerintah maupun lembaga-lembaga tertentu, yang
dipandang tidak sesuai atau berlawanan dengan kepentingan masyarakat, media
pers punya kewajiban untuk mengingatkan. Cara mengingatkannya dilakukan melalui
tulisan di tajuk rencana maupun karya jurnalistik lainnya.
4.
Pendidik masyarakat.
Dalam pengertian yang luas, pers berkewajiban mendidik
masyarakat pembacanya dengan memberikan beragam pengetahuan yang bisa bermanfaat
bagi peningkatan nilai kehidupan. Sajian-sajian karya jurnalistiknya haruslah
mencerahkan dan memberikan tambahan pengetahuan serta wawasan yang luas,
sehingga masyarakat memperoleh pemahaman atau pengertian baru tentang kehidupan
yang lebih maju dibanding sebelumnya.[1]
B.
Bahasa
Jurnalistik
Yang
di maksud bahasa jurnalistik adalah bahasa pers pada umumnya.di dalam
Undang-undang Nomor 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, Bab
1, pasal 1 tentang Ketentuan Umum disebutkan sebagai berikut:
“Dalam ayat 1
disebutkan bahwa pers adalah lembaga kemasyarakatan alat revolusi yang
mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum
berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya, diperlengkapi atau tidak
diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan, alat-alat foto,
klise, mesin-mesin stensil, atau alat-alat tehnik lainnya.”
“Ayat 2 menyebutkan,
bahwa perusahaan pers ialah perusahaan surat kabar harian, penerbitan berkala,
kantor berita, dan lain-lain.”
“Ayat 3 menyebutkan
bahwa kewartawanan ialah pekerjaan atau kegiatan atau usaha yang berhubungan
dengan pengumpulan, pengolahan, dan penyiaran dalam bentuk fakta, pendapat,
usulan, gambar-gambar dan lain sebagainya untuk perusahaan pers, radio,
televisi dan lain-lain.”
“Ayat 4 menyebutkan
bahwa wartawan ialah karyawan yang melakukan pekerjaan kewartawanan seperti
yang dimaksudkan dalam pasal ini secara kontinu.”[2]
Berkaitan
dengan undang-undang itu, bahasa jurnalistik adalah bahasa yang dipakai oleh
wartawan. Menurut Patmono SK yang
dimaksud dengan bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa yang
digunakan dalam majalah, surat kabar, televisi atau radio.[3]
Bahasa
kata banyak orang adalah alat kesadaran. Dengan mengingat kode etik jurnalistik
wartawan Indonesia, bahasa yang digunakannya pun harus mempertimbangkan pasal
dan ayat yang menyangkut cara pemberitaan dan menyatakan pendapat. Wartawan
Indonesia menempuh jalan dan usaha yang jujur untuk memperoleh bahan-bahan
berita. Tidak dibenarkan sama sekali seorang wartawan melaporkan peristiwa
fiktif. Misalnya, pada bahasa jurnalistik berita, wartawan harus meneliti
kebenaran suatu berita sebelum menyiarkannya. Selain itu, dalam menyusun suatu
berita, wartawan harus bisa membedakan antara kejadian (fakta) dan pendapat sehingga
tidak mencampurbaurkan yang satu dengan yang lain untuk mencegah penyiaran
berita yang diputarbalikkan atau dibubuhi secara tidak wajar. Sedangkan dalam
tulisan yang menyatakan pendapat tentang suatu kejadian, wartawan mempergunakan
kebebasannya menitikberatkan rasa tanggungjawab nasional dan sosial kejujuran
sportivitas dan toleransi. Wartawan juga harus menghindari siaran yang bersifat
immoral, cabul dan sensasionalisme.[4]
Bahasa
jurnalistik juga dibatasi oleh keharusan untuk menyampaikan informasi secara
tepat. Jurnalistik memang ditulis dengan tergesa-gesa sesuai “journalism is
history in a hurry”, jurnalisme adalah sejarah yang (ditulis) tergesa-gesa.
Oleh karena itu, bahas yang digunaknnya juga bahasa yang cocok untuk ditangkap
dengan cepat, yaitu sederhana, jelas dan langsung.[5]
Selain
itu dalam bahasa jurnalistik, ragam bahas tulis dipakai. Ragam ini menggunakan
sistem kata-kata konvensional. Berdasarkan sistem konvensional dapat disusun
kalimat yang konvensional pula. Oleh karena itu, di dalam bahasa jurnalistik menghendaki
adanya ketelitian, konstruksi kalimat yang lebih logis, dan kemampuan
pembentukan kata yang tepat. Oleh karena
itu pula diperlukan pengetahuan dan penguasaan tata bahasa agar penulis dapat
menggunakan alat-alat perangkat bahasa secara lebih efektif.
Menurut
Siregar dkk (1982), menyebutkan bahwa bahasa jurnalistik mencakup tiga aspek
yaitu:
1.
Penguasaan
materi atau isi yang dikemukakan
2.
Kalimat dalam
bahasa Indonesia yang baik dan benar
3.
Tehnik
penyajiannya
Dengan melihat hal diatas semua, dapat
disimpulakan bahwa secara umum bahasa jurnalistik tidak berbeda dengan bahasa
tulisan pada umumnya. Namun didalam bahasa jurnalistik mengandung beberapa
bahasa kekhususan yang dimilikinya.
Dengan begitu jika ingin menggunakan bahasa
jurnalistik maka aturan-aturan yang berlaku didalam penulisan secara umum juga
harus dipatuhi. Kaidah berbahasa, peraturan penggunaan ejaan dan peristilahan,
tanda baca, dan hal lainnya yang sepenuhnya harus diperhatikan dan ditaati.
Meski begitu, selain harus mengikuti kaidah bahasa Indonesia, bahasa jurnalistik
tetap memilki sifat khusus. Sifat khusus inilah yang memberikan ciri tersendiri
bahasa jurnalistik dengan jenis bahasa yang lain. Sifat khusus bahasa
jurnalistik yaitu:
1.
Lugas
Didalam menulis berita wartawan harus mampu
menggunakan bahasa yang lugas sehingga pembaca dapat mengerti maksudnya. Bahasa
yang langsung kepada sasaran makna yang ingin disampaikan. Hindari penggunaan
bahasa yang memberi kemungkinan terjadi salah tafsir atau bahkan multi tafsir
yang dapat mengaburkan makna yang sebenarnya.
2.
Singkat
Bahasa yang digunakan wartawan harus
memerhatikan sifat bahasa yang singkat. Singkat disini mengandung arti tidak
bertele-tele dan tidak berbelit-belit. Jika menggunakan bahasa yang
bertele-tele ada kemungkinan pembaca akan capek dan berpikiran berita yang
disampaikan tidak mengandung esensi yang jelas.
3.
Padat
Yang dimaksud padat dalam bahasa jurnalistik
adalah sarat informasi. Dalam hal ini wartawan dituntut mampu memberikan informasi
yang sebanyak-banyaknya. Namun juga tetap memerhatikan sifat bahasa jurnalistik
yang kedua yaitu singkat. Informasi yang disajikan harus mengandung unsur
5W+1H.
4.
Sederhana
Penggunaan bahasa yang sederhana sangat
penting. wartawan dituntut untuk dapat berkomunikasi secara sederhana.
Maksudnya supaya tulisannya dapat dipahami pembaca dari berbagai kalangan.
Sederhana juga memiliki arti bahasa yang lazim digunakan dan telah dikenal
secara umum.
Oleh karena itu ketika akan menulis sebuah
berita, wartawan sebaiknya membayangkan pembacanya. Misalnya salah satu
pembacanya berasal dari kalangan anak sekolah, apakah mereka dapat mengerti
tulisannya. Hal ini tidak berarti wartawan menganggap rendah atau bodoh
pembacanya. Tetapi lebih bertujuan untuk menghindari penggunaan bahasa yang
hanya dimengerti oleh dirinya sendiri. hal ini dikhwatirkan tidak akan
sampainya informasi yang telah diolah dari wartawan ke pembaca.
5.
Lancar
Yang dimaksud lancer dalam berbahasa
jurnalistik adalah keteraturan urutan perisstiwa dalam laporan. Ia tidak
berbelit-belit sehingga pembaca tidak perlu menganalisanya ketika membaca.
Hal ini berakitan dengan struktur berpikir
seseorang. Yang penting dalam penulisan adalah runrutnya data yang diungkap
penulis.
6.
Menarik
Mengukur menarik tidaknya suatu tulisan memang agak
rumit dan bersifat relatif. Suatu laporan bisa dikatakan menarik bagi pembaca
tertentu tetapi bisa saja tidak dianggap menarik oleh pembaca yang lain. Namun
dapat disimpulkan secara umum bahwa sebuah tulisan akan menarik jika memuat
berbagai nuansa. Hal ini berarti berita tidak hanya memuat fakta, tetapi juga
harus menguak suasana sehingga pembaca bisa mendapatkan gambaran yang utuh
tentang kejadian yang dilaporkan.
7.
Netral
Bahasa jurnalistik mempunyai sifat netral. Ia
tidak berpihak atau membeda-bedakan tingkatan, jabatan, atau kedudukan orang.
Semua orang harus diinformasikan memiliki kedudukan yang setara. Tidak seperti
bahasa jawa yang memiliki tingkatan bahasa, bahasa Indonesia hanya mengenal
satu bentuk yang menempatkan semua orang setara.
Ada juga beberapa kata yang sebaiknya
dihindari, yaitu kata kami, atau kita. Wartawan dalam menulis
berita dituntut untuk tidak melibatkan dirinya dalam kejadian atau peristiwa.
Wartawan harus berdiri sebagai penonton yang kemudian melaporkan kepada pembaca
tentang berbagai hal yang ia lihat.
Kata kita dalam jurnalistik hanya dapat
digunakan dalam bentuk-bentuk tulisan editorial (tajuk rencana), artikel, atau
tulisan refleksi yang menempatkan wartawan bukan sebagai pelapor, tetapi
sebagai pembaca.[6]
Sementara menurut Hasanuddin WS dalam bukunya
Yurnaldi, sifat atau ciri khusus bahasa jurnalistik ada 6 yaitu:
1.
Lugas, tidak Mendua Arti
2.
Sederhana, Lazim, dan Umum
3.
Singkat dan Padat
4.
Sistematis dalam Penyajian
5.
Berbahasa Netral: Tidak Memihak
6.
Menarik [7]
C.
Peran
Media Massa
Media massa diyakini punya
kekuatan maha dahsyat untuk memengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Bahkan
media massa bisa mengarahkan masyarakat seperti apa yang akan dibentuk dimasa
yang akan datang. Media masa mampu mengarahkan, membimbing, dan memengaruhi
kehidupan di masa kini dan masa yang akan datang.
Bahkan Marshall Mcluhan pada tahun 1962 dalam tulisannya The Guttenberg Galaxy: The Making of
Typographic Man menjadi dasar munculnya technological determinism theory. Ide dasar teori ini adalah bahwa perubahan terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi (yang kebanyakan dipengaruhi media massa) akan membentuk pula keberadaan manusia itu sendiri.
Selain peran di atas, ada beberapa fungsi yang bersifat umum lain
dari media massa, yaitu fungsi informasi, pendidikan, memengaruhi, fungsi
proses pengembangan mental, adaptasi lingkungan dan fungsi memanipulasi
lingkungan. Secara lebih khusus media massa mempunyai fungsi, yaitu fungsi
meyakinkan, menganugerahkan status, membius, menciptakan rasa kebersatuan,
privitasi dan hubungan parasosial. (Karlina, dkk, 2002)[8]
D.
Mengenal
Profesi Wartawan
Wartawan adalah manusia
biasa, oleh karena itu kemampuannya sangat terbatas, meskipun keinginannya
tidak ingin dibatasi. Selama ini ada ungkapan journalist make news
(wartawan membuat berita), yang berarti bahwa peristiwa apapun bisa menjadi
berita jika ditulis oleh wartawan, sebaliknya peristiwa apapun tidak akan
menjadi berita jika tidak ditulis oleh wartawan.[9] Selain
itu ada yang menganggap bahwa wartawan adalah spy (mata-mata) karena
tugas-tugas investigasinya mirip agen rahasia dan petugas Reserse.
Wartawan adalah manusia yang melakukan kegiatan
sehari-hari sebagai pencari dan pemburu berita, pengumpul berita, pembawa
berita, penyusun berita, penyiar berita, juga pengajak berpikir, tukang
ingatkan (control) serta tukang hibur dengan menggunakan bahasa tulisan sebagai
medianya (alat).[10] Jadi seorang wartawan
dituntut memiliki dan menguasai terlebih dahulu dasar-dasar ilmu dan beberapa
ketrampilan dasar kewartaan yang mendukung kegiatannya.
Dasar pertama yang harus dimiliki wartawan itu
adalah bakat dan rasa ingin tahu. Bakat dan rasa ingin tahu itu harus dibina dan
dikembangkan sedemikian rupa agar selalu terasah. Sedangkan dari sisi
ketrampilan, ketrampilan pertama yang harus dikuasai oleh seorang calon
wartawan adalah kemampuan menuliskan fakta atau peristiwa yang dialaminya
secara lengkap, menarik, jernih, dan logis.
Alat yang dipakai dalam menyampaikan fakta ini kepada
khalayak melalui media massa adalah bahasa. Jadi wartawan/calon wartawan harus
menguasai bahasa jurnalistik. Namun yang terpenting dan bersifat mutlak adalah
penguasaan terhadap bahasa Indonesia. Oleh karena itu untuk bisa menjadi
wartawan yang baik harus mampu menggunakan bahasa Indonesia secara tepat dengan
memedomani kaidah-kaidah bahasa Indonesia sesuai dengan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD).
Setelah mengetahui siapa itu wartawan dan apa
saja kemampuan yang harus dikuasai, pembahasan selanjutnya adalah tugas pokok
wartawan. Tugas pokok seorang wartawan adalah melaporkan fakta dan menyampaikan
pendapat, tanggapan atau reaksi sumber beritanya secara cepat, ringkas dan
tepat, artinya secara sederahana dengan menggunakan kata-kata yang sederhana
dan mudah dimengerti.[11]
Profesi
wartawan menuntut tanggungjawab yang memerlukan kesadaran tinggi dari
pribadi-pribadi wartawan sendiri. Inilah yang disebut dalam dunia jurnalistik
sebagai self-perception wartawan atau persepsi diri pada wartawan.
Kesadaran tinggi ini hanya dapat dicapai apabila ia memiliki kecakapan dan
ketrampilan serta pengetahuan jurnalistik yang memadai dalam menjalankan
profesinya, baik yang diperolehnya melalui pelatihan atau pendidikan khusus
maupun hasil dari bacaannya.
Dalam
pasal 1 ayat 4 UU Nomor 11 Tahun 1996, disebutkan bahwa wartawan adalah
karyawan yang melakukan pekerjaan kewartawanan, yaitu pekerjaan, kegiatan atau
usaha yang berhubungan dengan pengumpulan, pengolahan, dan penyiaran dalam bentuk
fakta, pendapat, usulan, gambar-gambar, dan lain sebagainya untuk perusahaan
pers, radio, televisi dan lain-lain (pasal 3).
Dalam
UU Pers No. 40/1999 Bab I pasal 1 ayat 10 tentang Pers dan Kode Etik
Jurnalistik Wartawan Indonesia (KEWI) beserta penjelasannya, wartawan disebut
sebagai profesi. Ada 4 atribut profesional yang melekat padanya, antara lain:
1.
Otonomi,
yaitu adanya kebebasan melaksanakan dan mengatur dirinya sendiri.
2.
Komitmen yang
menitikberatkan pada pelayanan bukan pada keuntungan ekonomi pribadi.
3.
Adanya
keahlian, yaitu menjalankan suatu tugas berdasarkan ketrampilan yang berbasis pada pengetahuan bersistimatik
tertentu.
4.
Tanggungjawab,
yaitu kemampuan memenuhi kewajiban dan bertindak berdasarkan kode etik mengacu
pada norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.[12]
Di Indonesia,
menjadi wartawan adalah pilihan profesional. Bagaimana seorang wartawan
mendefinisikan pekerjaannya akan mempengaruhi isi media yang ia produksi.
Wartawan yang melihat diri sebagai deseminator yang netral akan membuat berita
yang berbeda dibanding mereka yang melihat diri sebagai partisipan dari sebuah
fakta. Studi Starck dan soloski’s(1997) memperlihatkan kebanyakan berita yang
akurat dan obyektif ditulis jurnalis yang melihat diri mereka sebagai penengah
diantara yang “ekstrim netral” dan “ekstrim partisipan”. Etika dan standar
profesi menentukan apakah pemikiran wartawan berkaitan kepentingan khalayak dan
bagaimana sebuah berita di media dibangun.
Tokoh
pers Adinegoro menilai wartawan yang baik memiliki sejumlah sifat , antara
lain:
1.
Minat yang
mendalam terhadap masyarakat dan apa saja yang terjadi
2.
Sikap ramah
terhadap segala jenis manusia, pandai membawa diri.
3.
Dapat
dipercaya dan menimbulkan kepercayaan orang yang dihadapinya.
4.
Sanggup
berbicara dan menulis dalam bahasa Indonesia/Inggris/lokal.
5.
Memiliki daya
peneliti yang kuat, setia pada prinsip kebenaran.
6.
Memiliki rasa
tanggungjawab dan ketelitian.
7.
Kerelaan
mengerjakan lebih dari apa yang sudah ditugaskan.
8.
Sanggup
bekerja cepat dan dalam deadline.
9.
Selalu
obyektif dan terbuka.
10.
Suka membaca
dan memperkaya bahasa komunikasinya.[13]
Cirri-ciri orang yang potensia untuk menjadi seorang
wartawan yang baik antara lain adalah:
1.
Memiliki kepekaan pada kejadian-kejadian di sekitarnya
2.
Senang menuliskan fakta-fakta yang dilihat dan dirasakannya
3.
Hormat kepada norma, hukum, kesusilaan dan kode etik profesi
4.
Tidak mudah menyerah (sebelum semua fakta diperoleh)
5.
Berpengetahuan luas, cerdas, dan suka membaca
6.
Sehat dan lincah menghadapi persoalan[14]
E.
Peraturan
Perundangan-undangan Tentang Jurnalistik
Indonesia
yang menggunakan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusinya, memberikan
landasan kepada kehidupan kewartawanan atau pers di Indonesia. Pada pembukaan
UUD 1945 dapat kita lihat dasar falsafah Indonesia yakni Pancasila. Kemudian
dalam pasal 28 juga dicantumkan hak hidup pers yang berbunyi: “kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
sebaagainya ditetapkan dalam Undang-Undang”.
Karena
Pancasila yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 aadalah Dasar Falsafah Bangsa
Indonesia, maka Pancasila mempunyai kedudukan tertinggi dalam tata urutan
perundang-undangan di negara kita; Pancasila menjadi landasan idiil dalam
kehidupan pers Nasional.
Guna
menghindari salah tafsir mengenai prinsip kebebasan dalam pers yang di anut
Indonesia, pasal 28 Uud 1945 tidak di lihat berdiri sendiri terlepas dari
korelasi keseluruhan pasal dan Pembukaan UUD 1945, maupun penjelasannya.
Dalam
upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional,
dibentuk Dewan Pers yang independen. Kebebasan Pers merupakan produk dari sistem nilai berlaku yang di proyeksikan dalam bidang
pers, maka dalam menjalankan peranannya dibuatlah aturan main ”Rules of the game”.
Secara umum ada tiga aturan main bagi
para jurnalis dan stackholder yang diambil dari www.komisiinformasi.go.id. UU Pers, UU Keterbukaan Informasi
Public, dan UU Penyiaran. Kode Etik Jurnalistik dan organisasi wartawan juga diatus dalam
website tersebut.
1. UU NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS
BAB I : KETENTUAN UMUM (Pasal 1)
BAB II : ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN
PERANAN PERS (Pasal 2, 3, 4, 5, 6)
BAB III : WARTAWAN (Pasal 7, 8)
BAB IV : PERUSAHAAN
PERS (Pasal 9, 10, 11, 12, 13, 14)
BAB V : DEWAN PERS (Pasal 15)
BAB VI : PERS ASING (Pasal 16)
BAB VII : PERAN SERTA MASYARAKAT (Pasal 17)
BAB VIII : KETENTUAN PIDANA (Pasal 18)
BAB IX : KETENTUAN PERALIHAN (Pasal 19)
BAB X : KETENTUAN PENUTUP (Pasal 20, 21)
2.
UU NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN
INFORMASI PUBLIK
BAB I : KETENTUAN UMUM. Pengertian (Pasal 1)
BAB II : ASAS DAN TUJUAN
Bagian
Kesatu: Asas (Pasal 2)
Bagian
Kedua: Tujuan (Pasal 3)
BAB III : HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA
INFORMASI PUBLI K SERTA HAK DAN KEWAJI BAN BADAN PUBLIK
Bagian
Kesatu: Hak Pemohon Informasi Publik (Pasal 4)
Bagian
Kedua: Kewajiban Pengguna Informasi Publik (Pasal 5)
Bagian
Ketiga: Hak Badan Publik (Pasal 6)
Bagian
Keempat: Kewajiban Badan Publik (Pasal 7, 8)
BAB IV : INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN
DIUMUMKAN
Bagian
Kesatu: Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala (Ps 9)
Bagian
Kedua: Informasi yang Wajib Diumumkan secara Serta-merta (Pasal 10)
Bagian
Ketiga: Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat (Pasal 11, 12, 13, 14, 15,
16)
BAB V : INFORMASI YANG DIKECUALIKAN (Pasal 17, 18,
19, 20)
BAB VI : MEKANISME MEMPEROLEH INFORMASI (Pasal
21, 22)
BAB VI I : KOMISI INFORMASI
Bagian
Kesatu: Fungsi (Pasal 23)
Bagian
Kedua: Kedudukan (Pasal 24)
Bagian
Ketiga: Susunan (Pasal 25)
Bagian
Keempat: Tugas (Pasal 26)
Bagian
Kelima: Wewenang (Pasal 27)
Bagian
Keenam: Pertanggungjawaban (Pasal 28)
Bagian
Ketujuh: Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi Informasi (Pasal 29)
Bagian
Kedelapan: Pengangkatan dan Pemberhentian (Pasal 30, 31, 32, 33, 34)
BAB VIII : KEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI KOMISI INFORMASI
Bagian
Kesatu: Keberatan (Pasal 35, 36)
Bagian
Kedua: Penyelesaian Sengketa Melalui Komisi Informasi (Pasal 37, 38, 39)
BAB IX : HUKUM ACARA KOMISI
Bagian
Kesatu: Mediasi (Pasal 40, 41)
Bagian
Kedua: Ajudikasi (Pasal 42,43)
Bagian
Ketiga: Pemeriksaan (Pasal 44)
Bagian
Keempat: Pembuktian (Pasal 45)
Bagian
Kelima: Putusan Komisi Informasi (Pasal 46)
BAB X : GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI
Bagian
Kesatu: Gugatan ke Pengadilan (Pasal 47, 48, 49)
Bagian
Kedua: Kasasi (Pasal 50)
BAB XI : KETENTUAN PIDANA (Pasal 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57)
BAB XII : KETENTUAN PERALIHAN (Pasal 58, 59, 60, 61, 62)
BAB XIII : KETENTUAN PENUTUP (Pasal 63, 64)
3. UU NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG
PENYIARAN
Undang-undang
ini terdiri dari 12 bab dengan total 64 pasal, dengan garis besar sebagai
berikut:
Bab I : Ketentuan Umum. (Pasal 1)
Bab II : Asas, Tujuan, Fungsi,
dan Arah (Pasal 2, 3, 4, 5)
Bab III : Penyelenggaraan Penyiaran, terdiri dari
11 bagian. Berikut 11 bagian tersebut:
1.
Umum (ps 6)
2.
Komisi Penyiaran Indonesia (ps 7,8,9,10,11,12)
3.
Jasa penyiaran (ps 13)
4.
Lembaga Penyiaran Publik (ps 14, 15)
5.
Lembaga Penyiaran Swasta (ps 16, 17,
18, 19, 20)
6.
Lembaga Penyiaran Komunitas (ps
21,22,23,24)
7.
Lembaga Penyiaran Berlangganan (ps
25,26,27,28,29)
8.
Lembaga Penyiaran Asing (ps 30)
9.
Stasiun Penyiaran dan Wilayah
Jangkauan Siaran (ps 31)
10.
Rencana Dasar Teknik Penyiaran dan
Persyaratan Teknis Perangkat Penyiaran (ps 32)
11.
Perizinan (ps 33,34)
Bab IV : Pelaksanan Siaran. Terdiri dari
9 bagian
1.
Isi siaran (ps 35, 36)
2.
Bahasa siaran (ps 37, 38, 39)
3.
Relai dan Sistem Bersama (ps 40, 41)
4.
Kegiatan Jurnalistik (ps 42)
5.
Hak Siar (ps 43)
6.
Ralat Siaran (ps 44)
7.
Arsip Siaran (ps 45)
8.
Siaran Iklan (ps 46)
9.
Sensor Isi Siaran (ps 47)
Bab V : Pedoman Perilaku Penyiaran (ps 48, 49,
50, 51)
Bab VI : Peran Serta Masyarakat (ps 52)
Bab VII : Pertanggungjawaban (ps 53, 54)
Bab VIII : Sanksi Administratif (ps 55)
Bab IX : Penyelidikan (ps 56)
Bab X : Ketentuan Pidana (ps 57, 58,
59)
Bab XI : Ketentuan Penutup (ps 60, 61,
62, 63, 64)
Berdasarkan SURAT KEPUTUSAN DEWAN PERS Nomor:
03/SK-DP/III/2006, dan ditetapkan di Jakarta 12 Mei 2008 menetapkan kode
etik jurnalitik sebagai pedoman bagi wartawan Indonesia yang wajib ditaati.
Kode Etik jurnalistik terdiri dari 11 pasal yang telah
disetujui dan ditetapkan oleh 29
Organisasi wartawan.
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan
berita yang akurat, berimbang, dan tidak
beritikad buruk.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional
dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,
memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan
fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Pasal 4
Wartawan
Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Pasal 5
Wartawan
Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila
dan tidak menyebutkan identitas anak yang
menjadi pelaku kejahatan.
Pasal 6
Wartawan
Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Pasal 7
Wartawan
Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya,
menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan
kesepakatan.
Pasal 8
Wartawan
Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi
terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin,
dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa
atau cacat jasmani.
Pasal 9
Wartawan
Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan
Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf
kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Pasal 11
Wartawan
Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik
jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan
oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
Jakarta,
Selasa,
14 Maret 2006
Kami atas nama organisasi wartawan dan
organisasi perusahaan pers Indonesia:
1. Aliansi
Jurnalis Independen (AJI)-Abdul Manan
2. Aliansi
Wartawan Independen (AWI)-Alex Sutejo
3. Asosiasi
Televisi Swasta Indonesia (ATVSI)-Uni Z Lubis
4. Asosiasi
Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI)-OK. Syahyan Budiwahyu
5. Asosiasi
Wartawan Kota (AWK)-Dasmir Ali Malayoe
6. Federasi
Serikat Pewarta-Masfendi
7. Gabungan
Wartawan Indonesia (GWI)-Fowa’a Hia
8. Himpunan
Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI)-RE Hermawan S
9. Himpunan
Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI)-Syahril
10. Ikatan
Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)-Bekti Nugroho
11. Ikatan
Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB HAMBA)-Boyke M. Nainggolan
12. Ikatan
Pers dan Penulis Indonesia (IPPI)-Kasmarios SmHk
13. Kesatuan
Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI)-M. Suprapto
14. Komite
Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI)-Sakata Barus
15. Komite
Wartawan Indonesia (KWI)-Herman Sanggam
16. Komite
Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI)-A.M. Syarifuddin
17. Komite
Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI)-Hans Max Kawengian
18. Korp
Wartawan Republik Indonesia (KOWRI)-Hasnul Amar
19. Perhimpunan
Jurnalis Indonesia (PJI)-Ismed hasan Potro
20. Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI)-Wina Armada Sukardi
21. Persatuan
Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI)-Andi A. Mallarangan
22. Persatuan
Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK)-Jaja Suparja Ramli
23. Persatuan
Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI)-Ramses Ramona S.
24. Perkumpulan
Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI)-Ev. Robinson Togap Siagian-
25. Persatuan
Wartawan Nasional Indonesia (PWNI)-Rusli
26. Serikat
Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat- Mahtum Mastoem
27. Serikat
Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS)-Laode Hazirun
28. Serikat
Wartawan Indonesia (SWI)-Daniel Chandra
29. Serikat
Wartawan Independen Indonesia (SWII)-Gunarso Kusumodiningrat
IV.
KESIMPULAN
Jurnalistik merupakan kegiatan untuk
menyampaikan pesan atau berita kepada khalayak ramai (massa), melalui saluran
media, baik media cetak maupun media elektronik Adapun fungsi jurnalistik,
antara lain: Pemberi informasi, Pemberi hiburan, Pemberi kontrol (alat kontrol sosial), dan Pendidik masyarakat.
Bahasa jurnalistik
adalah bahasa yang dipakai oleh wartawan, dapat pula berarti bahasa komunikasi massa yang digunakan dalam
majalah, surat kabar, televisi atau radio. Bahasa jurnalistik memiliki beberapa
sifat khusus yaitu: Lugas, Sederhana, Lazim, dan Umum, Singkat dan Padat, Sistematis
dalam Penyajian, Berbahasa Netral: Tidak Memihak, dan Menarik.
Media massa memiliki peran cukup vital
untuk memengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Bahkan media massa bisa
mengarahkan masyarakat seperti apa yang akan dibentuk dimasa yang akan datang.
Media masa mampu mengarahkan, membimbing, dan memengaruhi kehidupan di masa
kini dan masa yang akan datang.
Wartawan adalah manusia yang melakukan kegiatan
sehari-hari sebagai pencari dan pemburu berita, pengumpul berita, pembawa
berita, penyusun berita, penyiar berita, juga pengajak berpikir, tukang
ingatkan (control) serta tukang hibur dengan menggunakan bahasa tulisan sebagai
medianya (alat). Jadi seorang wartawan dituntut memiliki dan menguasai terlebih
dahulu dasar-dasar ilmu dan beberapa ketrampilan dasar kewartaan yang mendukung
kegiatannya. Dasarnya adalah bakat dan rasa. Sedangkan ketrampilan kemampuan
menuliskan fakta atau peristiwa yang dialaminya secara lengkap, menarik,
jernih, dan logis
Indonesia telah
memberi landasan terhadap segala hal yang berkaitan dengan jurnalistik.
Pancasila dan UUD 1945 jelas menjadi sandaran pokok disemua lini. Jabaran dari
2 landasan tersebut kaitannya dengan Pers dan jurnalistik yakni Uu nomor 40 tahun 1999 tentang pers,
Uu nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, Uu nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Dewan pers juga menetapkan Kode Etik jurnalistik sebagai
pedoman wajib bagi insan pers. Kode etik jurnalistik tersebut telah disetujui
oleh 29 organisasi
wartawan.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat pemakalah sampaikan.
Pemakalah menyadari bahwa makalah yang telah pemakalah
buat ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Karena kesempurnaan hanyalah
milik Allah SWT semata. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun,
sangat pemakalah harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya.
Dan akhirnya,
pemakalah meminta maaf apabila terdapat banyak kesalahan baik dalam sistematika
penulisan, isi dari pembahasan maupun dalam hal penyampaian materi. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah sendiri pada khususnya dan para
pembaca sekalian yang budiman pada umumnya dalam kehidupan ini. Amin…
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yanuar, Dasar-dasar Kewartaan,
Padang: Angkasa Raya, 1992
Hikmat
dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik:Teori dan Praktek, Bandung:PT
Remaja Rosdakarya. 2009
Masduki, Kebebasan Pers dan Kode
Etik Jurnalistik, Yogyakarta:UII Press, 2003
Paremo, Sam Abede, Manajemen
Berita Antara Idealisme dan Realita , Surabaya: Papyrus, 2003
Patmono
SK, Teknik Jurnalistik; Tuntunan Praktis Untuk Jadi Wartawan, Jakarta:
PT BPK Gunung Mulia, 1996
Sugihastuti, Bahasa Laporan
Penelitian, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2007
Yurnaldi, Jurnalistik
Siap Pakai, Padang: Angkasa Raya, 1992
[1] Patmono SK, Teknik Jurnalistik; Tuntunan Praktis Untuk Jadi
Wartawan, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1996), cet. 3, hlm. 2-3
[2] Sugihastuti, Bahasa Laporan Penelitian, (Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2007), cet. 2, hlm. 135
[5]Hikmat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik:Teori dan Praktek,
(Bandung:PT Remaja Rosdakarya. 2009), cet. 4, hlm. 165
[8] Mulyadi Saputra,
Peran
dan Fungsi Media Massa dalam Kehidupan Manusia http://www.ut.ac.id/html/suplemen/skom4315/f1b.htm, Diakses pada tanggal
18 Maret 2013 pukul 15.55
[9]Sam Abede Paremo, Manajemen Berita Antara Idealisme dan Realita
, (Surabaya: Papyrus, 2003), hlm. 57-58
[13]Masduki, Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik, hlm 37-38
Jurnalistik itu fungsinya apa sih?
Reviewed by TomiAzami
on
12:15
Rating:
No comments:
mau main balik gimana wong alamatmu gak ada