Thanks for The Memories, 23



Waktu Penarikan PPL pun akhirnya tiba. Gak kerasa udah 2 bulan aja gue PPL. Buat yang belum tau karena memang gue belum pernah cerita, gue lagi praktek pengalaman lapangan (PPL), yaitu mata kuliah yang mengharuskan gue ngajar langsung disekolah. Dan gue ditempatin di SMP 23 Semarang.

Hari terakhir PPL kita ngadain semacam ceremonial sederhana buat nglepas tim PPL. Acaranya biasa sih pembukaan, sambutan, penutup. Nah pas sambutan dari perwakilan tim PPL, ketua gue nangis tuh. “norak banget,” batin gue. 45 menit kemudian gue ikutan nangis.

Tunggu dulu, nangis gue gak sama kaya ketua gue. FYI ketua gue cewek. Gak usah Tanya kenapa ketuanya cewek, karena jawabannya pasti “emansipasi wanita”.

Setelah acara penarikan bubar, tim PPL diminta salahsatu siswa untuk menuju kelas 7D, katanya sih mau dikasih surprise. Sepanjang jalan dari ruang multimedia, tempat acara pelepasan, menuju kelas 7D gue deg-degan parah. Gue mikir kira-kira kejutan apa yang bakalan gue dapet. Apakah kecoa, ular, atau ikan berkepala lele? Gue masih menerka-nerka, jangan-jangan malah se-box cacing dan gue disuruh makan semuanya. Agak kaya fear factor malahan.


Setelah menempuh perjalanan panjang penuh liku dan hambatan, serta diwarnai naga gue yang mengalami slip kuku kaki, sampailah kami di depan pintu kelas 7D.

Begitu pintu dibuka, terlihat kelas didekor rapi. Banyak hiasan yang tertempel manis di tembok dan jendela. Papan tulis penuh tulisan rasa terimakasih, larangan pergi, dan ucapan-ucapan lain yang bikin gue terharu. Didepan papan tulis ada meja dan diatas meja itu ada sepotong kue. Disamping kue ada mainan setinggi botol aqua ukuran sedang. Mainan itu bisa menyala dan menyetel music. Keren. Music yang sedang megalun adalah Acha-Sampai Ku Menutup Mata. Situasi ini yang membuat kami semua haru. Ditambah beberapa anak kelas 7D yang sedang mengangis menambah haru situasi saat itu. Temen PPL gue, terutama cewek udah pada nangis duluan, sementara temen PPL cowok terlihat merah matanya sambil sesekali mengusap pinggir matanya menggunakan lengan mereka, dan mengusap ingus pake kerah baju yang sudah tidak berdiri tegak.

Sementara gue, gue berusaha sekuat tenaga untuk gak nangis. Padahal gue gak kuat kalau ada moment model beginian. Tapi didepan anak-anak, gue harus kuat. Kalau gue nangis, mereka bakalan lebih kenceng dan lama nangisnya. Yah gengsi atas nama wibawa berhasil mengalahkan sifat naluriyah seorang manusia. Menangis.

Insting agak jahat gue muncul. “mumpung situasinya pas, gue bikin mereka nangis kejer sekaligus sadar”. Mulai lah gue ngomong secara mendramatisir, tentunya dengan sekuat tenaga menahan air mata agar jangan sampai keluar.

“terimakasih atas segalanya, kalian hebat bisa membuat kaya beginian”. Ucap gue basa basi dulu.
“mulai senin gak ada lagi kakak-kakak PPL yang duduk didepan kantor setiap pagi”.
“mulai senin kalian gak akan liat kakak-kakak berjas merah baris bersama guru untuk mengikuti upacara”.
“mulai senin gak akan ada lagi yang masuk kelas kalian kalau pas jam kosong”.

Dan masih banyak lagi, pokoknya gue berusaha membawa mereka untuk mengingat kembali memori-memori yang mereka lakukan ketika masih ada tim PPL.  Gue berusaha untuk menampilkan kembali aktifitas-aktifitas yang bakalan mereka kangenin. Tak lupa gue memotivasi mereka untuk terus semangat belajar.

“kebanggaan kami, kakak PPL, adalah melihat kalian belajar rajin kemudian sukses”.
“jadilah kebanggaan kami melalui prestasi kalian”.

Gue ngucapin itu dengan nada mellow. Dan hasilnya berhasil, mereka mengangis. Sesenggukan mereka sangat jelas ditelinga. Nangis mereka balapan dengan nafas mereka. Persis kaya suara motor ketika dipanasin. Gue jadi agak gak tega ngelihatnya. Bahkan anak cowok menjadi trouble maker selama gue ngajar menangis kejer.

“wibi (namanya wibisono-si trouble maker itu), kalau mau jadi preman, jadilah preman syariah. Preman yang tetep menjalankan syariat agama, berbakti sama orangtua, menghormati guru, dan menghargai teman. Oke?”

Pertanyaan gue dijawab dengan anggukan pelan disertai aliran air mata. hidungnya juga mengeluarkan ingus, semakin menambah kejelekannya saja. Hehe
Sumpah asli, ketika gue berkata-kata kaya diatas tadi, gue bener-bener gak kuat, hawanya pengin nangis aja. Tapi demi wibawa, gue kudu kuat.

Terimakasih 7D, gue bakalan rindu kalian semua. Gue kangen ngatur kelas kalian yang ributnya minta ampun.
Gue bakalan kangen nanggepin pertanyaan-pertanyaan aneh dari kalian.
Gue kangen ke-alay-an dan kelabilan kalian.
Gue kangen suara cerewet dari siswi cewek yang bisa membuat gendang telinga gue retak.

***
Akhirnya gue harus mengakui bahwa gue bakalan ngangenin masa-masa ini. di awal PPL gue berharap bahwa PPL cepet-cepet berakhir. Baru sehari PPL langsung nge-twit “H-65.” Tapi sekarang gue berharap bahwa PPL gak secepatnya berakhir.

Masih banyak model pembelajaran yang belum gue terrapin. Masih banyak hal yang harus diperbaiki dari cara mengajar gue. Masih banyak siswi cewek yang belum gue deketin. Dan masih banyak hal-hal lain yang belum sempet gue lakuin, seperti makan di kantin belakang. Selama PPL disitu gue kalau makan di kantin samping perpus.

Seperti filosofi bernafas kata @benzbara_, hirup, hembuskan. Hembus, lepaskan. Tak ada yang menetap. Semuanya datang dan pergi, hanya titipan. Sama, aslinya gue juga titipan kampus kepada SMP 23, dan hari ini sudah saatnya gue pergi, kembali kepada yang menitipkan. Kampus.


Thanks for the memories, 23

SMP 23 memberikan sebuah kenangan, tidak hanya memori indah tapi juga mengajarkanku banyak hal, bergaul, mendewasa, kerja tim dan kekompakan adalah beberapa diantaranya.

Ada saatnya kita memang harus berpisah dengan orang-orang yang kita sayangi. Meskipun hanya 2 bulan,  kayaknya ada sesuatu yang tersangkut dihati, memaksa untuk sukar dihapus, memaksa untuk sukar dilupakan. Beberapa orang menyebutnya kenangan.
beberapa gift dari mereka
tawa mereka takkan terlupakan

Sampai di kos, gue taruh tas gue dilantai. Gue biarkan dia tergeletak disitu tanpa alas. Gue hempaskan tubuh gue ke kasur yang mulai menipis termakan usia. Sambil memandang langit-langit kamar, gue berpikir, mengapa mengikhlaskan sebuah perpisahan selalu sukar dan rasa nyesek selalu mengiringinya?
Thanks for The Memories, 23 Reviewed by TomiAzami on 08:58 Rating: 5

2 comments:

  1. keren pak inyong,kebayang banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. makasih koi.. ayo koi juga blognya dibanyakin postingannya

      Delete

mau main balik gimana wong alamatmu gak ada

All Rights Reserved by Tomi Azami © 2014 - 2015
Powered By Blogger, Designed by MasalahTechno

Contact Form

Name

Email *

Message *

Tomi Azami. Powered by Blogger.