Kalau Burung Bisa Ngomong
Gue suka berimajinasi kalau makhluk disekitar kita itu saling berinteraksi dan
ngbrol satu sama lain. Ngobrolin banyak hal, mulai dari bertukar kabar,
ngomongin politik, sampai mempertanyakan ada apa dalam rumah tangga nassar dan
musdalifah.
Misalnya nih, pohon. Pohon itu suka ngobrol sama pohon
sebelahnya. Kucing kalau ketemu saling nyapa dan bertukar info dimana ada
makanan, bahkan sampai sepatu yang tersusun rapi, gue suka bayangin mereka ngobrol
biar akrab, ya secara gitu ada dalam satu rak bareng, masa iya mau diem-dieman.
Imajinasi gue semakin lama semakin terasah dan terasa semakin nyata,
gue jadi suka denger pintu berderit, decitan sepatu dengan antai, samapi
tangisan knalpot motor Honda L 700 ketika di tanjakan. Mungkin kalian juga bisa
denger, iya sih emang gak perlu imajinasi buat bisa denger itu semua.
Tapi ini nyata, bukan imajnasi, kemarin-kemarin gue mendengar bisikan dari
burung-burung yang berkicau riang dalam sangkar. Tau gak? Mereka ngobrol satu
sama lain, bahkan ngobrol sama burung yang diluar sangkar. Gue kaget maha tertegun.
Kejadiannya pas gue makan jamak, sarapan dan makan
siang, disebuah warung agak jauh dari kampus gue. Warung makan tersebut ada
dalam gang perkampungan, terhimpit rumah kanan kiri belakang, bagian depan ada
jalan gang selebar satu mobil. Nah di depan warung itu ada rumah yang miara
banyak burung berbagai jenis. Ada burung hias, burung kicau, sampai burung dara
dalam bentuk makanan kebangsaan anak kos, mi. Mi burung dara.
Pas gue lagi asik makan sambil menghadap jendela, gue lihat
di teras rumah depan warung ada satu burung Murai dalam sangkar yang dikerek pake
tiang, kaya tiang bendera yang buat upacara hari senin di sekolah. Gak terlalu
tinggi sih, ya kira-kira setinggi atap rumah lah. Letaknya pun agak mepet sama
genteng.
Yang menarik perhatian adalah disekeliling sangkar Murai
yang asik berkicau itu, ada burung Gereja yang terbang kesana kemari. Kadang
deket sangkar, kadang terbang menjauh sebentar terus balik lagi. Awalnya gue
kira tu burung gereja mau malak jatah makan burung dalam sangkar itu. Soalnya
burung gereja itu tampangnya kayak preman, banyak codet, dan di paruhnya ada
tindik berbandul Winnie the Pooh.
Namun setelah gue coba denger baik-baik, ternyata gak mau
malak, dia lagi ngbrol.
sumber |
“Aku iri banget sama kamu, Murai,” kata burung gereja,
“kicauanmu indah sekali, membuat manusia senang dan merawat kamu baik-baik.”
Murai hanya tersenyum sambil makan jagung satu tongkol dalam
bentuk pop corn.
“Ditambah bulumu indah dan ekormu yang njedil menawan. Bandingkan dengan aku, buluku item kusam, kicauanku
juga fals maksimal. Terakhir ikutan PBMB gak dapet golden tiket.
“Apaan tuh PBMB” kata Murai sambil meminum cola dalam botol
yang tergantung disisi sangkarnya.
“Paguyuban Burung Mencari Bakat.”
Murai kaget, saking kagetnya sedotan dalam cola nyodok ke
matanya.
“Aku kalah jauh dibanding kamu, coba kamu ikutan, baru masuk
loket pendaftaran bakalan dikasih golden tiket.” Suara Gereja lirih, raut
wajahnya terlihat sedih.
“Sayangnya aku gak bisa ikut kan?” Murai mengelap paruhnya
pake mamy poko. “kau tahu, Gereja, jujur aku pun iri denganmu.”
“Hah?”
“Iya aku beneran iri, dan ingin menjadi burung seperti kamu.”
“Kamu bisa terbang bebas kemanapun kamu mau, makan apa yang
kamu suka, bisa nge-eek-in manusia secara sembarangan, bahkan bisa ikutan ajang
pencarian bakat.” Suara Murai terdengar menggantung.
Burung Gereja tertegun. Dia menyimak curhatan burung Murai dan
diam-diam ikutan minum cola yang sedotannya menjulur keluar sangkar.
“Coba kau lihat aku, setiap hari yang ku lihat hanya rumah,
rumah, dan rumah, pohon pun hanya bisa aku lihat gak bisa aku hinggapi.”
Burung Murai berhenti sebentar buat nyetel music galau dari
ipad yang tergeletak diatas meja belajar dalam sangkarnya. Sayup-sayup melody
halus terdengar. Cerita ngenes ditambah nada galau, paket lengkap.
“Tiap hari aku hanya terkurung dalam sangkar, gak bisa
kemana-mana. Gak bisa nongkrong di mal, gak bisa liat cabe-cabean yang terbang bonceng tiga, gak bisa godain burung betina yang suka ngegosip di kabel listrik.”
“Aku lebih baik jadi jelek kayak kamu tapi hidup bebas daripada
berbulu indah bersuara merdu tapi gak bisa kemana-mana, eek aja harus disini,
kamu belum ngerasain sih makan sambil ngehirup bau eek sendiri.”
Burung Gereja mendekat dan mencoba ngasih pukpuk burung
Murai, tapi tercium bau eek Murai yang baunya ngalahin bau ketek godzila.
“Kau tahu, Gereja? Seindah-indahnya burung dalam sangkar,
akan lebih indah kalau alam liar adalah sangkarnya.”
“Gimana kalau kita tukar tempat?” burung gereja mencoba
menawarkan.
“Ya gak mungkin lah, sangkar ini digembok, ada passwordnya,
udah gitu pake kombinasi huruf dan angka, macam anak alay itu.”
Lalu ada hening yang panjang.
***
Gue ikut tertegun mendengar obrolan mereka. Tak terasa nasi
rames diatas piring udah habis. Sambil nyedot es teh disamping piring, gue
termenung. Iya juga sih, disetiap apa yang dikurangkan Tuhan, pasti ada yang
dilebihkan, kita aja yang terkadang gak menyadarinya dan lupa mensyukurinya.
Gue pun bangkit dari kursi plastik bersiap untuk membayar.
Namun apa mau dikata dalam saku hanya ada kunci motor, dengan suara merintih dan
muka mengiba gue ngomong sama ibu warung, “ngutang dulu ya, Bu, lupa bawa monyet.”
“dompet keleeus, Nang.”
Kalau kalian suka denger makhluk disekitar kalian ngobrol gak?
Kalau Burung Bisa Ngomong
Reviewed by Tomi Azami
on
10:26
Rating:
Obrolan yang bermakna tapi endinge kampret nemen yak, sekalian bae pasword e nganggo sidik jari...
ReplyDeleteNek aku sering krungu tume ngobrol ning nduwur sirah, seringe ngomongke Mahabaratha.
padahal ora sengaja gawe ending kayak kuwe mas.
Deletengomongna mahabaratha sing enggal tamat mas? jajal digawe postingan oh..
baru kepikiran sama kata yang satu ini "kamu belum ngerasain sih makan sambil ngehirup bau eek sendiri" sempet banget mikir begitu -_-
ReplyDeleteiya soalnya aku suka bawa bekal ke wc soalnya eeknya lama, daripada bete mending ngemil
Delete