Tentang Kalimat Itu
Jupri sedang mengepel lantai ruang tamu ketika mendapati ada
sebuah undangan di bawah pintu. Undangan itu nampak bengkak dan kemerah-merahan
karena lama terjepit dan tidak segera ditolong. Jupri berhenti mengepel, sambil
memakai kembali kaus yang dijadikan kain pel, Jupri mengambil undangan dengan
pita berwarna cokelat muda.
“Wih teman SMA mau
nikah, nih.” Batin Jupri.
Jupri tersanjung karena mendapat undangan nikah. Selama ini
dia hanya mendapat undangan dari muadzin buat ke masjid melalui adzan. Jupri
memegang undangan itu dengan mata berbinar dan senyum mengembang kaya Sari Roti.
Jupri senang karena sekarang ia sudah dianggap dewasa, ya dapat undangan pernikahan
merupakan salah satu indikator usia seseorang.
Karena sudah dikirimi undangan dengan namanya tertera, Jupripun
berniat datang. Dia merasa dihormati karena mendapat undangan dalam bentuk
fisik. Bukan berupa mental. Eh maksudnya bukan undangan via BBM.
Selepas mengepel rumahnya, Jupri duduk di perosotan yang ada
di halaman rumahnya. Tangan kanannya memegang HP, tangan kirinya memegang
undangan sambil sesekali mengibaskan ke badannya. Peluh di tubuhnya belum
kering. Nampak di bawah perosotan terlihat genangan air beraroma sayur lodeh
basi.
Jupri mengetik sms untuk dikirim ke beberapa nomor. Tujuannya,
mencari teman untuk datang bersama ke acara pernikahan kawan lamanya. Karena
kalau sendiri, ketahuan dia jomblo.
Dahi Jupri yang lebarnya kaya parkiran masjid terlihat
berkerut. Sorot matanya tajam ketika memandangi layar kuning pada HP itu,
terdengar nada ceklak-ceklok dari keypad. Setelah mengirimkan sms ke 10 temannya,
Jupri meletakkan HP. Disandarkan kepalanya di perosotan, kedua tangannya
dijadikan bantal. Tangan kanan jadi alas kepala, tangan kiri jadi bantal
guling. Aroma mematikan dari ketek menguar menyapa hidungnya. Karena gak kuat
dia menghadapkan wajahnya ke arah langit. Hidungnya membesar diikuti senyum
mengembang. Ia gembira karena akan berkumpul bersama teman-teman lamanya dalam
suasana suka cita.
Beberapa menit kemudian HP berwarna biru itu berbunyi
nyaring diiringi getaran hebat. Perosotan tempat dia duduk agak retak akibat
getaran HP itu. Jupri mengambil HPnya, dihiraukannya retakan pada perosotan.
Setelah menatap HP Nikoa 1100 raut wajahnya berubah kecewa. Ternyata yang masuk
pemberitahuan kalau dia mendapat gratis sms setelah mengirim 10 sms.
Jupri terus menunggu sms balasan dari temen-temannya. Sejam
dua jam, sehari dua hari, kotak masuknya tidak kunjung bertambah. Keteknya sudah
mengering, bulu ketek yang kribo tidak lagi becek. Dia coba cek menu sent item. Beberapa failed, sebagian pending,
ada beberapa yang delivered, tapi
balasan tak kunjung hadir. Padahal Jupri mengirim ke nomor baru milik teman-temannya.
Dia mendapatkannya ketika terakhir mereka bertemu, Halal bi Halal tahun ke-4
selepas kelulusan.
Jupri sendiri tidak pernah ganti nomor sejak pertama kali
membawa HP, kelas 2 SMA. Dia sengaja melakukan itu, dia tahu pedihnya dicuekin
saat butuh pertolongan atau ada kepentingan mendesak. Dia tidak ingin temannya
kecewa karena ia sulit dihubungi, padahal temannya sedang membutuhkan bantuan
dan mendesak. Dia tidak ingin jadi alasan temannya mendapatkan hari yang buruk.
sambil memandang langit biru lengkap dengan awan perlahan berkerjaran, serta diiringi suara mesin Tossa yang berhenti menurunkan anak TK
habis tawuran, pikiran Jupri mundur ke belakang. Flash back ketika selepas kelulusan SMA dan awal kuliah.
Semenjak lulus SMA, Jupri kuliah di luar kota. Beberapa
teman satu SMA kuliah di kota yang sama. Tetapi mereka tidak pernah berkumpul
bersama. Jupri ingin teman-teman SMA-nya bisa berkumpul secara rutin. Duduk
bersama, membicarakan banyak hal, bertukar pengalaman kuliah di perguruan
tinggi masing-masing. Jupri juga masih ingat kalimat yang terlontar dari
teman-temannya ketika prom night, ‘kita bakalan kumpul terus ya.’ Harusnya
hal itu tidak terlalu sulit kerena mereka kuliah di kota yang sama.
Jupri selalu teringat kalimat itu. Setiap akhir pekan dia
menunggu sms ajakan dari teman-temannya untuk berkumpul. Dia rela mengosongkan
jadwal pacarannya karena memang dia jomblo sejak lahir. Pernah di suatu akhir
pekan, Jupri mencoba mengajak teman-temannya hangout. Dengan semangat dia mengirim sms ke beberapa nomor
temannya. Sampai senin dini hari pesan Jupri tak mendapat respon.
Ketika sms masuk pada hari berikutnya, hanya kalimat “sorry baru bales, kemarin ada acara
kampus.”
Akhir pekan demi akhir pekan Jupri lewatkan dengan menunggu
sms dari teman SMA. Kadang dia sms duluan sambil berharap satu dari
teman-temannya membalas. Dia merelakan tidak ikut makrab, organisasi, dan berbagai
acara kampus lainnya yang disiapkan untuk para maba seperti dirinya. Alasannya,
dia tidak ingin jadi sebab gagalnya kumpul bareng karena ketidakhadirannya. Terdengar
bodoh memang. Kalimat ‘kita bakalan
kumpul terus ya’ masih terus terngiang di telinga. Agak gak jelas sih karena
telinganya tersumbat segumpal akik saking lamanya tidak dibersihkan.
Pada akhir pekan ketiga bulan Oktober, saat jengah menunggu
balasan sms, Jupri pergi ke warnet dekat kos. Jupri membuka akun facebooknya
yang bernama Jupri celalucemangatcerusfanssejatiacmilansmpmati. Ketika dia
membuka beranda, didapatinya postingan foto-foto dari beberapa teman SMA-nya.
Ada yang foto lagi makrab, ada foto berlima dengan background pegunungan, ada foto rame-rame sekelas. Beberapa
temannya menulis status seputar kuliah. Ribet tugas, laporan praktikum,
menunggu dosen, atau titip absen.
Jupri berpikir, “mereka tidak pernah balas sms gue, tapi
aktif di social media,yah?”
“Apa HP mereka rusak? Tapi kok bisa upload dan nulis status?”
“Apa HP mereka sama kayak punya gue yang kadang-kadang
digunakan untuk melempar ayam yang masuk ke kosan?”
“Apa nomor gue dihapus untuk menyimpan nomor teman-teman barunya
di kampus?”
Pikiran buruk terus menggelayuti Jupri. Saat itu HP android
mulai mewabah, BBM merajalela. Pertanyaan ‘nomor
kamu berapa?’ berganti jadi ‘pin kamu
berapa?’ dan beberapa penggunanya lebih memilih membeli pulsa paket BBM daripada
pulsa regular untuk smsan. Sedangkan Jupri, masih setia dengan ponsel berlayar
kuning bernada poliponik.
Belakangan Jupri sadar, teman-temannya sudah move on. Mereka sudah berpindah. Mereka
sudah mendapat teman-teman baru. Kehidupan mereka telah berganti. Keceriaan
mereka didapat dari suasana kampus dan teman-teman baru dari berbagai kota.
Sementara Jupri bergumul dengan dirinya sendiri.
˷ Sudah
terlalu lama sendiri, sudah terlalu lama aku asik sendiri. ˷ Kunto Aji
Scroll mouse
warnet terus diputar Jupri, layar bergerak kebawah. Mata Jupri tertuju pada sebuah
postingan foto temannya. Ada secuil rasa sakit mengiris hatinya ketika melihat
foto itu, foto teman-teman satu SMA berkumpul tanpa dirinya. Mereka groufie dengan background orang-orang yang sedang memesan makanan. Dilihat dari
fotonya mereka sedang ada di restoran siap saji asal Amerika. Semacam Krusty
Krab di kehidupan nyata. Menu andalannya pun mirip Kraby Patties.
Ajakan Jupri melalui sms tak pernah mendapat respon, tetapi teman-teman
SMA-nya bisa hangout dan jagongan
bareng. Hati Jupri terluka. Ya, Jupri lebih terluka karena dicuekin dalam
pertemanan daripada karena pacaran, karena dia tidak pernah merasakan sakit
hati akibat pacaran.
Dengan menahan rasa sakit, Jupri mengetik komentar, ‘woi
kumpul gak ngajak-ngajak.’ Selang berapa menit salah satu teman yang ada di
foto itu berkomentar, ‘hehe, sorry sorry.
Pin kamu berapa? Nanti tak masukin grup biar BC-nya gampang.’
Jupri terdiam membaca komentar itu. Jari-jarinya mengambang
di atas keyboard. Matanya memandang layar komputer warnet, layarnya terlalu
terang. Cahayanya memantul ke bola mata Jupri, kilatannya menampilkan
momen-momen ketika mereka memakai seragam putih abu-abu dan batik biru muda
celana hitam. Bercanda, menggila, dan tertawa lepas bersama.
*
HP Jupri bergetar hebat. Vibranya sukses membuyarkan lamunan
flash back dari pikirannya.
1 message received.
Tertulis di layar HP yang warnanya kuning kehitam-hitaman
akibat sering ikut tercuci dan bolak-balik dijemur, warna kuningnya jadi
luntur.
“aku gak dapat undangan, cuma lewat grup bbm. Mau kesana?
Aku kayaknya gak bisa, Gan. Coba sama Tetem, dia kayaknya mau kesana.” Begitu
isi smsnya. Dari beberapa teman yang Jupri sms, hanya satu yang balas.
Lagi-lagi bbm. Zaman sekarang, kayaknya kalau mau ngundang
cukup lewat BBM aja. Dan dengan menulis komentar ‘selamat ya…’ seolah sudah
cukup. Tak perlu hadir dan menjabat tangan teman kita.
Jupri kadang iri gak dapet undangan dari grup BBM. Coba kalau
ponsel layar kuningnya bisa diinstal BBM, udah canggih, kuat lagi. Jupri gak
paham cara menggunakan BBM, tapi dia yakin anggota grup pasti berdiskusi atau
janjian mau datang bersama, mereka pasti saling membalas satu sama lain. Ada
interaksi. Ada timbal balik. Bukan seperti Jupri yang komunikasinya searah
karena gak mendapat balasan sms. Peribahasanya bersms sebelah jempol.
Jupri mengetik sms kemudian mengirimkan ke nomor Tetem.
Beberapa menit kemudian dia mendapat balasan, fix, ada teman yang akan datang ke pernikahan kawan lamanya.
Setelah membaca sms masuk, jempol Jupri bergerak mengarahkan
tombol navigasi ke sent item. Jupri membaca
lagi sms yang dikirimnya beberapa hari yang lalu. Beberapa sms yang kemarin pending telah berganti jadi failed. Sementara yang delivered masih tak kunjung dapat
balasan. Ajakannya tak kembali mendapat respon, seperti beberapa tahun lalu,
ketika masih maba.
Jupri ingat beberapa waktu lalu ia membaca buku terbaru dari
seorang penulis ternama. Buku itu bercerita tentang tempat-tempat yang kita
pernah tinggali terus pergi pas balik lagi, kok udah beda ya. Sesuatu yang dulu
sangat diakrabi berubah jadi sesuatu yang tidak dikenalinya.
Salah satu bab di buku itu, Ada Jangwe dikepalaku, sangat
membekas dalam benak Jupri. Ia benar-benar merasakan apa yang diceritakan penulis
buku itu. Perasaannya seolah terwakili oleh cerita di bab itu. Teman yang dulu
tertawa bersama, kok kini udah beda ya. Dulu gak perlu janjian untuk kumpul, hangout, atau sekadar mengunjungi suatu
tempat bareng-bareng, tapi sekarang disms aja susah.
Mungkin Jupri bodoh, memegang kalimat ‘kita bakalan terus kumpul ya’ dengan sungguh-sungguh. Jupri bodoh,
harusnya ia tahu kalimat itu tidak akan sepenuhnya terlaksana. Tidak segampang
itu, meskipun ada di kota perantauan yang sama.
Harusnya Jupri ikutan move
on ke teman-teman kuliahnya. Teman-teman baru yang ada di kampusnya.
Sekarang apa yang terjadi, Jupri tidak mempunyai teman karib seperti jaman SMA di
kampusnya, paling hanya teman kos. Itu pun satu per satu bergururan. Ada yang
pindah, memilih cari kontrakan, atau lulus.
Benar, harusnya Jupri tahu, kalau kalimat itu hanya bualan.
Bualan yang dilontarkan oleh pembual, dan mungkin termasuk Jupri, pembual yang bodoh.
Tentang Kalimat Itu
Reviewed by Tomi Azami
on
11:38
Rating:
Namanya juga celotehan anak-anak muda yang labil, pas seneng-seneng kumpul bilang terus kumpul. Kalau udah punya kesibukan sendiri pasti juga lupa sama bualan-bualan itu.
ReplyDeleteSemuanya brubah tak seperti dulu.
Yang dulu dianggapnya indah dijalani sama-sama, pasti saat termakan waktu semuanya akan berubah.
iya, tapi harusnya tetep komunikasi dong ya, mas. kasihan si Jupri.
DeleteJadi sedih. Hiks.
ReplyDeleteAyo kita kumpul Tom
hih ogah, lo gak punya pin kan? ngahaha
DeleteTulisanmu iki maknyus Tom.. mengalir dengan syahdu~
ReplyDeleteKebanyakan true story... aku yow sering ngalami... bagaimana dulu membangun komitmen bareng2, dengan percaya diri bakalan nyempetin waktu buat kumpul bareng. Bakalan tetep ndopok ra nggenah... dan akhirnya semua itu enggak bisa seterusnya.
Udah ada yang baru, suasana baru, temen baru, lingkungan baru, dan ngerasa nyaman. Yang lama jadi terpinggirkan. Ngerasa udah nemu baru, yang bikin sreg.
Undangan nikah juga gitu, sekarang lebih syahdu ngebahasnya di BBM. Dan ya pulsa reguler jadi sering terlupakan gara2 ini.
Kadang sekalipun udah bisa kumpul, suasananya udah beda. Gak 'selepas' waktu dulu. Seringnya jadi ada canggung.
alhamdulillah. itu re-write banyak banget. masih harus dapat kritikikan dari penulis kayak kamu dong, mas.
Deleteya, itu true story bingit mas.haha
harusnya jupri ikutan cari kenyamanan baru ya, dolop neng. akibatnya ditanggung sendiri.
yang pake pulsa reguler sekarang jadi sering ketinggalan info. kancrut.
iya, isine basa-basi yang bener basi.
Keren nih tulisan nya.. #saveJupri
ReplyDeletethanks
DeleteYup, gue sering alami juga kok. Kenyataannya, teman yang paling gampang lu ajakin ketemuan itu teman dari satu masa dimana lu baru lewati. Misalnya lu baru lulus SMA, teman-teman SMA yang paling gampang. Baru lulus kuliah, yah teman-teman kuliah. Atau kalau kerja, teman-teman kantorlah yang paling sering lu ajak ketemuan. Teman-teman lama? Yah cuma kenangan. Sori-sori deh buat teman-teman SD, SMP, atau TK.
ReplyDeletewidih vieratale... ngeri ya kenyataan seperti itu. daku tak ingin lalai dari kenangan masa lampau, bang.
Deleteya ampun kak entah kenapa post mu mewakili aku bgt inii.. kayaknya aku jupri itu huhuhuhuhu :( harusnya aku move onn
ReplyDeleteDalem bro.
ReplyDeleteTips: pilih dan banyakin gambar biar bacanya makin adem.
Sukses!
Bang Oka, beneran mampir. makasih, bang. muga2 rejeki bang Oka berkah.
Deleteoke, makasih Tipsnya, bang.
*salim* *semoga ilmu dan rejekinya nular*
ikutan sedih bacanya :(
ReplyDelete